Assalamualaikum

Glitter Text Generator at TextSpace.net

Saturday, January 19, 2013

KISAH CINTA SUCI: DI SYURGA KITA AKAN BERJUMPA



Dari Raja bin Umar an-Nakha’iy, dia berkata,
 
“Di Kufah ada seorang pemuda berparas tampan, sangat rajin beribadah dan sungguh-sungguh. Dia juga termasuk salah seorang ahli zuhud. Suatu ketika, dia singgah beberapa waktu di perkampungan kaum Nukha’, lalu tanpa sengaja matanya melihat seorang wanita muda mereka yang berparas elok nan rupawan. Ia pun tertarik dengannya dan akalnya melayang-layang kerananya. Rupanya, hal yang sama dialami si wanita tersebut. Pemuda ini kemudian mengirim utusan untuk melamar si wanita kepada ayahnya namun ayah wanita tersebut memberitahukannya bahawa dia telah dijodohkan dengan anak saudaranya (sepupunya). Keadaan ini membuat keduanya begitu tersiksa dan terhiris.

Lalu si wanita mengirim utusan kepada si pemuda ahli ibadah tersebut berisi pesan, “Sudah sampai ke telingaku perihal kecintaanmu yang teramat dalam kepadaku dan cubaan ini begitu berat bagiku disertai liputan perasaanku terhadapmu. Jika berkenan, aku akan mengunjungimu atau aku permudah jalan bagimu untuk datang ke rumahku.” Lantas dia berkata kepada utusannya itu, “Dua-duanya tidak akan aku lakukan. Dia kemudian membacakan sepotong ayat dari Al-quran, firman-Nya, “Sesungguhnya aku takut siksaan pada hari yang agung jika berbuat maksiat kepada Rabbku.” (Q.s.,az-Zumar:13) Aku takut api yang lidahnya tidak pernah padam dan jilatannya yang tak pernah diam.’

Tatkala si utusan kembali kepada wanita itu, dia lalu menyampaikan apa yang telah dikatakan pemuda tadi, lantas berkatalah si wanita,
“Sekalipun yang aku lihat darinya dirinya demikian namun rupanya dia juga seorang yang amat zuhud, takut kepada Allah. Demi Allah, tidak ada seorang pun yang merasa dirinya lebih berhak dengan hal ini (rasa takut kepada Allah) dari orang lain. Sesungguhnya para hamba dalam hal ini adalah sama.”

Kemudian dia meninggalkan gemerlap dunia, membuang semua hal yang terkait dengannya, mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu (untuk menampakkan kezuhudan) dan fokus dalam ibadah. Sekalipun demikian, dia masih hanyut dan menjadi kurus kering kerana cintanya terhadap si pemuda serta perasaan kasihan terhadapnya hingga akhirnya dia meninggal dunia kerana memendam rasa rindu yang teramat sangat kepadanya.

Sang pemuda tampan pun sering berziarah ke kuburnya. Suatu malam, dia melihat si wanita dalam mimpi seolah dalam penampilan yang amat bagus, seraya berkata kepadanya, “Bagaimana khabarmu dan apa yang engkau temukan setelahku?” Si wanita menjawab,
Sebaik-baik cinta, adalah cintamu wahai kekasih
Cinta yang menggiring kepada kebaikan dan berbuat baik

Kemudian dia bertanya lagi, “Ke mana kamu akan berada.?” Dia menjawab,
Kenikmatan dan hidup yang tiada habisnya
Di syurga nan kekal, milik yang tak pernah punah

Dia berkata lagi kepadanya, “Ingat-ingatlah aku di sana kerana aku tidak pernah melupakanmu.” Dia menjawab, “Demi Allah, akupun demikian. Aku telah memohon Rabbku, Mawla -ku dan kamu, lantas Dia menolongku atas hal itu dengan kesungguhan.” Kemudian wanita itupun berpaling. Lantas aku berkata kepadanya, “Bila aku akan dapat melihatmu.?” Dia menjawab, “Engkau akan mendatangi kami dalam waktu dekat.”

Rupanya benar, pemuda itu tidak hidup lama lagi setelah mimpi itu, hanya tujuh malam. Dan, setelah itu, dia pun menyusul, berpulang ke rahmatullah. Semoga Allah merahmati keduanya.

(Sumber: al-Maw’id Jannat an-Na’im karya Ibrahim bin ‘Abdullah al-Hazimy, hal.14-15, sebagai yang dinukilnya dari bukunya yang lain berjudul Man Taraka Syai`an Lillah ‘Awwadlahullah Khairan Minhu)

NABI MUSA AS. BERTEMU DENGAN NABI KHIDIR AS.



Kisah pertemuan Nabi Musa as dengan Nabi Khidir terkandung di dalam surah al-Kahfi, ayat 60-82. 

            Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada muridnya (Yusya bin Nun): “Aku tidak akan berhenti berjalan sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan, atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun” (60)
            Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. (61)
            Setelah mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: “Bawalah kemari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih kerana perjalanan kita ini.” (62)
            Muridnya berjawab: “Tahukah kamu semasa kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa menceritakan tentang ikan itu dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.” (63)
            Musa berkata: “Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali mengikut jejak mereka semula. “ (64)
            Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan rahmat dari sisi Kami dan yang telah Kami ajarkan Ilmu dari sisi Kami. (65)
            Musa berkata kepada Khidir: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” (66)
            Dia (Nabi Khidir as) menjawab: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup bersabar bersamaku (67). Dan bagaimana kamu akan dapat bersabar atas sesuatu yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” (68)
            Musa berkata: “InsyaAllah, kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.” (69)
            Khidir as berkata: “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepada kamu.” (70) 

Nabi Khidir as Membocorkan Perahu.

Maka berjalanlah keduanya hingga tatkala keduanya menaiki perahu, lalu Khidir melubanginya. Musa berkata: “Mengapa kamu melubangi perahu itu yang akibatnya kamu akan menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar” (71). Dia (Khidir) berkata: “Bukankah aku telah berkata, sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku?” (72). Musa berkata: “Janganlah kamu menghukum aku kerana kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku” (73). 

      Nabi Khidir as Membunuh Seorang Anak.

Maka berjalanlah keduanya hingga tatkala mereka berjumpa dengan seorang anak muda, maka Khidir membunuhnya. Musa berkata: “Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan kerana dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar” (74). Khidir berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahawa sesungguhnya kamu tidak akan mampu sabar bersamaku?” (75). Musa berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah kali ini, maka janganlah kamu membenarkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan keuzuran kepadaku” (76).

            Nabi Khidir as Membetulkan Dinding Rumah.

Maka keduanya berjalan hingga mereka sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka meminta dijamu oleh penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mahu menjamu mereka, Kemudian keduanya mendapati di negeri itu terdapat dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidir menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mahu, nescaya kamu dapat meminta imbalan untuk itu” (77).

HIKMAH DARIPADA TINDAKAN NABI KHIDIR AS.

            Khidir berkata: “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu. Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat bersabar terhadapnya (78). 

Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang miskin yang bekerja di laut dan aku hendak merosakkan bahtera itu kerana di hadapan mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap bahtera. (79) 

Dan adapun anak muda itu, maka kedua orang tuanya adalah orang yang beriman dan kami khuatir bahawa dia akan memaksa kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran (80). Dan kami mengkehendaki supaya Tuhan mereka menggantikan bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya daripada anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya kepada ibu bapanya (81).

Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua. Sedang ayahnya adalah seorang yang soleh. Maka Tuhanmu mengkehendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat daripada Tuhanmu dan bukanlah aku melakukan itu menurut kemahuanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. (82)             

UWAIS AL-QARNI



“Tidak Dikenali Di Bumi Namun Terkenal Di Langit”   

Pada zaman Nabi Muhammad saw, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan. Ahli membaca al-Quran dan selalu menangis, pakaiannya hanya dua helai dan sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya digunakannya sebagai selendang. Tiada orang yang menghiraukan, tidak terkenal dalam kalangan manusia namun sangat terkenal di antara penduduk langit. Dia adalah ‘Uwais al-Qarni’, siapalah dia pada mata manusia. Tidak banyak yang mengenalnya, apatah lagi mengambil tahu akan hidupnya. Banyak suara yang mentertawakan dirinya, mengolok-olok dan mempermainkan hatinya. Uwais telah lama menjadi yatim. Beliau tidak mempunyai sanak saudara, kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh badannya. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Bagi menampung kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai pengembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup-cukup untuk menampung keperluan hariannya bersama ibunya. Apabila ada wang berlebihan, Uwais menggunakannya bagi membantu tetanggannya yang hidup miskin dan serba kekurangan.
Kesibukannya sebagai pengembala dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya. Dia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya. Uwais al-Qarni telah memeluk Islam ketika seruan Nabi Muhammad saw tiba ke negeri Yaman. Seruan Rasulullah telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Diceritakan ketika terjadi Perang Uhud, Rasulullah saw mendapat cedera dan giginya patah kerana dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Khabar ini sampai ke pengetahuan Uwais.
Dia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada Rasulullah, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Rasulullah juga pernah berkata kepada Saidina Umar dan Ali: “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istigfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi.” Dan juga: “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.” Beberapa waktu kemudian, tersiar khabar Uwais al-Qarni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebut untuk mandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafan, di sana sudah ada orang yang menunggu untuk mengkafankannya. Demikian juga ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Telah tersedia lubang kubur untuknya. Subhanaallah!


Sumber: www.iluvislam.com          

PERHATIAN DAN KETETAPAN DARIPADA ALLAH SWT



Daripada Ibn Abbas ra., Nabi saw bersabda: “Wahai anak, aku ingin ajarkan kepada engkau beberapa kalimah: Peliharalah hak-hak Allah nescaya Allah memelihara kamu. Peliharalah hak-hak Allah nescaya engkau akan mendapati-Nya di mana sahaja kamu berada. Apabila kamu ingin meminta bermohonlah kepada Allah. Apabila kamu inginkan pertolongan, mohonlah pertolongan daripada Allah. Dan ketahuilah, sekiranya seluruh umat berhimpun untuk memberikan suatu manfaat kepada engkau, mereka tidak akan dapat berbuat demikian sedikit pun melainkan dengan suatu yang telah Allah tetapkan kepada kamu, sekiranya mereka berhimpun untuk memudaratkan kamu, mereka tidak akan dapat berbuat demikian sedikit pun melainkan dengan suatu yang telah Allah tetapkan ke atas kamu. Telah pun diangkat dan segala pena dan telah keringlah segala buku. Segalanya telah ditetapkan oleh takdir dan ditulis di Luh Mahfuz)”

MATLAMAT HIDUP MANUSIA



Matlamat dan peranan manusia dalam hidup telah dijelaskan oleh aqidah Islam sejelas-jelasnya. Manusia tidak dijadikan sia-sia dan tidak dibiarkan begitu sahaja. Ia dijadikan untuk tujuan dan hikmah tertentu. Ia tidak dijadikan untuk dirinya atau untuk menjadi hamba kepada salah satu unsure dalam ala mini. Ia juga tidak dijadikan untuk berseronok sebagaimana binatang-binatang berseronok. Bukan juga dijadikan untuk hidup beberapa tahun yang pendek atau panjang kemudian ditelan tanah, dimakan ulat dan dimamah oleh kebinasaan.
            Sesungguhnya ia dijadikan untuk mengenal dan menyembah Allah serta menjadi khalifah di muka bumi. Ia memikul amanah terbesar dalam hidup yang pendek ini, amanah taklif dan tanggungjawab. Manusia ditapis dengan dugaan dan digilap dengan tanggungjawab. Dengan itu, ia menjadi matang dan bersedia untuk kehidupan yang lain, iaitu kehidupan yang kekal selama-lamanya tanpa penghujung.
            Manusia tidak dijadikan untuk dirinya sendiri, tetapi ia dijadikan untuk menyembah Allah. Ia tidak dijadikan hanya untuk hidup di dunia yang kecil dan binasa ini, tetapi ia dijadikan untuk kehidupan yang kekal abadi, ia dijadikan untuk selama-lamanya.
            Ada orang berkata, “Si bodoh hidup kerana mahu makan manakala orang berakal makan kerana mahu hidup.” Pernyataan ini tidak menyelesaikan masalah kerana hidup itu sendiri bukan satu tujuan, persoalan masih tetap ada, kenapa manusia hidup?
            Adapun para materialisme menjawab: “Sesungguhnya manusia hidup untuk dirinya sendiri dan untuk mengecapi nikmat dunia.”
            Manakala orang yang beriman menjawab: “Manusia hidup hanya kerana Tuhannya yang Maha Tinggi dan untuk hidupnya yang kekal abadi.” Firman Allah SWT: “Maka adakah patut kamu menyangka bahawa Kami hanya menciptakan kamu dari tiada kepada ada sahaja dengan tiada sebarang hikmat ciptaan itu? Dan kamu menyangka pula tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka dengan yang demikian, Maha Tinggilah Allah yang menguasai seluruh alam, lagi yang tetap benar.” (Al-Mukminun: 115-116)
            Alangkah besarnya perbezaan antara orang yang hidup untuk dirinya dengan orang yang hidup untuk Tuhannya, di antara orang yang hidup di dunia yang terbatas dengan orang yang hidup untuk kehidupan yang tidak terbatas dari segi zaman dan tempat.
            Sesungguhnya teori kebendaan yang mengingkari tuhan tidak mengetahui matlamat hidup manusia, kerana matlamat perlu kepada niat dan niat pula perlu kepada orang yang berucap. Sedangkan teori ini menolak manusia itu dijadikan dengan maksud tertentu. Kerana itu manusia pada pandangannya tidak mempunyai tugas dan peranan selain dari bertungkus lumus untuk memenuhi dan memperbaiki kehendak hidup.
            Dengan perkataan lain, “manusia hidup kerana perhiasan dunia dan keseronokan, tidak lebih daripada itu. apabila usia manusia tamat dalam masa yang pendek maka berakhirlah segala-galanya. Alangkah benarnya perkataan al-Quran: “Katakanlah, mata benda yang menjadi kesenangan di dunia ini adalah sedikit sahaja.” (Al-Nisaa’:77)